SPORTMUSEUMCURACAO — Minden – Seorang warga Jerman keturunan Indonesia dilaporkan menjadi tentara Bundeswehr.
Hal itu terkuak dari sebuah kesempatan langka di penghujung Maret 2025, saat DW berkesempatan menyambangi ujian masuk dinas ketentaraan Jerman, Bundeswehr, yang berlangsung di Kota Minden.
Kala itu DW bertemu dengan Axel di tengah hutan yang sunyi. Seorang pemuda Jerman keturunan Indonesia yang berusia 19 tahun, yang sedang menjalani ujian menjadi serdadu Jerman dengan tekad dan semangat tinggi. Di sana ia mengikuti ujian akhir bersama sejumlah calon serdadu lainnya selama tiga hari dua malam.
Axel dan calon serdadu Jerman lainnya itu telah menjalani latihan fisik yang keras dan berat selama tiga bulan di Bundeswehr. Mereka berjuang untuk lulus ujian masuk yang penuh tantangan, dengan melakukan manuver berpindah-pindah lokasi di tengah hutan.
Meski peluh membasahi mukanya yang dicat loreng-loreng ala tentara tempur, Axel dengan riang berbagi kisahnya kepada DW.
Sejak kecil saya memang bercita-cita menjadi tentara. Kakek saya juga seorang tentara Jerman, dia menjadi inspirasi besar bagi saya. Akhirnya, saya mendaftar dan diterima. Tiga bulan sudah saya di Bundeswehr, dan kini ujian akhir pun datang,” tuturnya dengan semangat seperti dikutip dari laporan DW Indonesia, Sabtu (5/4/2025).
Axel bertugas di Batalyon Zeni Jembatan Perintis Jerman/Inggris 130 di Minden, Nordrhein-Westfalen, bagian dari Panzerlehrbrigade 9—batalyon satu-satunya dalam NATO yang memiliki sistem jembatan apung M3. Dalam wawancara, nama keluarganya tak boleh disebutkan demi menjaga kerahasiaan.
Bagaimana Prosedur Daftar Serdadu Bundeswehr?
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/4607075/original/075432500_1697016434-parliament-1358937_1280.jpg)
Tentu mencuat pertanyaan di benak kita. Apakah seperti sering dibicarakan dan jadi rahasia umum di Indonesia, perlu jual tanah dulu buat daftar jadi tentara di Jerman? Tidak! Jual sawah? Tentu tidak!!! Modalnya cukup hanya stamina prima dengan latihan fisik rutin, dan niat yang tulus untuk pengabdian kepada negara Jerman.
Axel adalah warga negara Jerman, keturunan dari garis ayahnya, sedangkan sang ibu berasal dari Indonesia. “Saya pindah ke Jerman saat berusia 9 tahun. Dulu waktu kecil tinggal di Klender, Jakarta Timur. Tentu saja tidak mudah beradaptasi saat baru pindah ke Jerman. Namun, kini saya sudah 19 tahun, dan segalanya mulai terasa lebih mudah,” ujar Axel, mengenang masa-masa transisi yang sulit tersebut.
Keluarga adalah hal yang selalu dirindukan oleh pemuda penggemar ketoprak dan rendang ini. “Keluarga besar saya banyak di Indonesia. Saya juga rindu suasana malam-malam ke masjid di sana,” ungkapnya sendu.
Untuk mengobati rasa rindu, ia setiap tahun berlibur ke Indonesia atau sering menelepon keluarganya. Di rumahnya di Jerman, budaya Indonesia tetap kental terjaga. “Saya sering berbicara dalam bahasa Indonesia di rumah,” katanya.
Axel perlahan menyadari betapa beruntungnya hidup di dua budaya yang berbeda. “Belajar disiplin dari Jerman, tapi dalam kebersamaan dengan teman-teman Indonesia atau keluarga, saya merasakan ikatan yang begitu erat,” ujarnya penuh makna.
Ujian Serdadu di Bulan Ramadan dan Kenangan Klender
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5180588/original/073320300_1743792416-axel3.jpg)
Menurut laporan DW yang mengikuti seluruh rangkaian ujian dengan seksama. Axel dan rekan-rekannya sesama calon serdadu Jerman, bermanuver menyusuri hutan dengan menggendong ransel seberat hampir 30 kg, lengkap dengan cangkul kecil dan senjata. Mereka menjalani serangkaian latihan fisik, push-up, sit-up, merangkak, melakukan pemetasan lapangan, hingga memberikan pertolongan medis kepada yang membutuhkan.
Ujian Bundeswehr tahun ini kebetulan bertepatan dengan bulan Ramadan, dan Axel menjalani puasa dalam kondisi penuh tantangan. “Latihannya memang berat, tapi apa boleh buat. Puasa tetap harus dijalani, meski latihan sangat melelahkan. Mentalitas harus kuat. Saya bangun pukul empat pagi, makan sahur, salat subuh, lalu mulai latihan hingga sore jam lima sore. Setelah itu, mandi, salat, dan istirahat,” jelas Axel tentang rutinitasnya selama tiga bulan terakhir, terutama di bulan Ramadan.
Meski kelelahan, ia sempat menangis, bukan karena lapar atau haus, tetapi karena rindu pada ibunya yang tinggal di Bonn, Jerman. “Malam-malam setelah salat Isya, saya sering menangis di kasur, karena rindu mama. Ketika melihatnya lewat WhatsApp, saya merasa sedih karena mama sendirian di rumah,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca. Puasa tahun ini adalah yang pertama baginya tanpa kehadiran ibu di sisinya.
Saat ujian berlangsung, di sore hari menjelang buka puasa, kepala Axel terasa mulai pusing. “Memang berat, tapi saya hanya sedikit pusing. Alhamdulillah, saya masih bisa melanjutkan ujian,” ujarnya dengan semangat meski tubuh mulai lelah.
Meski diberi waktu berbuka, bisa jadi di malam hari tiba-tiba mereka harus bangun dan mengerjakan misi-misi kejutan. “Jadi ada rasa gugup juga. Kami tidak tahu kapan kami dibangunkan atau mulai latihan. Ada ujian-ujian kejutan yang membuat kami selalu waspada,” ujar Axel, menggambarkan ketegangan ujian yang penuh tugas misteri. Namun semua tugas yang diberikan selaras dengan yang ia pelajari di Bundeswehr. “Guru-gurunya juga sangat baik dan pengertian,” tutur Axel.
Malam begitu dingin, dengan suhu maksimal hanya mencapai enam derajat Celsius. Namun, bagi Axel, ini masih terasa cukup adem. “Kami pakai jaket. Kalau terlalu dingin, kami pakai jaket kedua,” ujarnya santai, meskipun kru DW mulai menggigil kedinginan, hingga terasa ke tulang. “Andai saja ada bubur ayam malam ini,” selorohnya dengan derai tawa. Axel juga masih ingat betapa nikmatnya menyeruput es teh di warung-warung di Klender.
Muslim di Bundeswehr
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5180589/original/002123800_1743792417-axel2.jpg)
Dari sekitar 185 ribu tentara di Bundeswehr, tercatat sekitar 3.000 di antaranya muslim. Namun, latar belakang agama dan imigran tidak menjadi halangan di Bundeswehr. Letnan Kolonel Andre Burdich, yang merupakan juru bicara Batalyon Teknis Jerman/Inggris 130 di Minden, menegaskan, “Siapa pun mereka, apapun latar belakang agama atau akar keturunan mereka, di sini semua mendapatkan kesempatan yang setara. Bagi kami, mereka semua tetap tentara Jerman.”
Ibu Axel, Wina sangat bangga dengan putranya. “Dia sangat soleh, selalu menyayangi keluarga. Semoga ia bisa mencapai cita-citanya dan sukses dalam tugasnya,” doanya penuh harapan jelang berakhirnya Ramadan tahun 2025 saat wawancara berlangsung.
Pada hari Lebaran, kabar yang ditunggu akhirnya tiba—Axel lulus ujian dan berhasil bergabung dengan dinas ketentaraan Jerman. “Ini adalah hadiah terindah dari Allah di Hari Idul Fitri,” ujar ibunda, dengan air mata bahagia mengalir di kedua pipinya.